Halaman

Selasa, 20 November 2012

Memahami Puisi Lirik Modern


       Memahami Puisi Lirik Modern

Ada perbedaan antara lirik puisi modern dangan puisi terdahulu, manusia pada abad terdahulu masih  beranggapan bahwa apa yang dapat dinikmantinya dengan mata kepalannya adalah sesuatu yang nyata dan jelas ada. Tetapi pada abad ini manusia makin ragu tetang apakah kenyataan itu. Batas antara sesuatu yang disebut normal dan abnormal makin sulit dibedakan, baik secara sosiologis maupun secara psikologis, semua hal itu makin kabur.
Ketika pandangan kita terbuka terhadap sesuatu yang tidak nyata dan tidak jelas atau kabur dapat dinikmati, justru dalam lirik modern, konvensi keterjalinan antara kenyataan dan rekaan lain lagi sifatnya. Culler dalam bukunya Structurarist poetcs, Bab VIII, membicarakan secara sistematis dan mendalam, bahwasanya justru puisi lirik pada satu pihak mirip dengan kenyataan. Menurut perumusan penyair belanda Kloos, tokoh terkemuka dari kelompok Tachtigers, beranggapan kalau seni adalah ungkapan yang paling individual dari emosi yang paling individual. Jadi emosi pribadi diungkapkan dalam bentuk aku, dalam rangka waktu kini dan tenpat saat ini, sekaligus secara kovensional pembaca tahu bahwa secara semiotik penafsiran harus malampaui batas keakuan, kekinian dan kesinian si penulis. Bagi masyarakat awam tentu saja memahani suatu nilai seni tidaklah mudah. Ada yang beranggapan jika seni itu sama dengan ilmu mamematik yang dapat dihitung tiap-tiap unsurnya melalui pemahaman yang ada. Akan tetapi banyak juga yang beranggapan bahwa seni itu besifat abstak, tidak dapat dihitung karena nilai suatu karya seni itu jujur dan apa adanya, sehingga nilainya tidak dapat di hitung. Kita dapat menganalogikan seperti ini, ada sebuah lukisan abstrak yang gambarnya seperti ayam, seorang A memberikan nilai minus Sembilan terhadap lukisan itu karena menganggap lukisan itu tidak jelas, akan tetapi seorang B memberikan nilai Sembilan puluh Sembilan terhadap lukisan itu karena menganggap lukisan itu memiliki nilai seni yang tinggi, seperti menggambarkan ayam yang sedang berkelahi. Hal-hal seperti ini yang membuat suatu karya seni itu tidak dapat dihitung nilainya secara mamematis . Begitu pula dengan karya yang berupa sajak dan lain sebagainya. Ketika seoarang penyair ingin menyampaikan “aku” dalam karya sajaknya, sebenarnya yang menjadikan sajak itu bernilai penting bukanlah informasi mengenai keakuan dan kekinian seorang penyair itu, melaikan keakuan ini secara semiotik merujuk kembali pada keakuan pembaca sendiri, ataupun keakuan manusia secara individual. Kita dapat mengambil contoh sajak dari Chairil Anwar, yang menjadikan sajak dari Chairil Anwar itu begitu penting sebagai suatu puisi bukanlah informasi mengenai keakuan dan kekinian seorang penyair seperti Chairil Anwar secara nyata, keakuan ini merujuk pada keakuan manusia secara individual. Jika kira membaca sajak Chairil Anwar secara mimetik sebagai ungkapan kenyataan Chairil, pasti akan kehilangan maknanya. Tetapi tanpa melibatkan keakuan sang pengarang yang menjadi jembatan, sajak itu mampu kita tafsirkan sendiri.
Memahami puisi lirik tidak semudah menghitung angka satu ditambah satu, memahami puisi lirik juga tidak dapat hanya ditafsirkan oleh satu subyek tertentu saja, misalnya kita menafsirkan atau kita menarik kesimpulan sendiri dari apa yang kita baca kemudian  menikmatinya sendiri tanpa melihat unsur-unsur apa yang terkandung di dalamnya. Hal itulah yang sering kali menyebabkan kita salah penafsiran terhadap suatu karya sastra, bahkan menyebabkan suatu sajak disalahtafsirkan. Puisi lirik baru dapat kita pahami dan nilai seluruhnya dalam kaitannya yang kompleks antara pengakuan yang paling individual si penyair lewat liriknya, dengan pesan yang relevan untuk setiap manusia. (Riffaterre 1978: 166: mundur-maju ini, dari nilai tanda yang satu ke nilai yang lain, muncul-hilangnya makna yang berganti-ganti, baik walupun ada maupun karena ada cirri-ciri di tataran arti yang tak terterima marupakan semacam lingkaran semiotik, yang khas untuk praktek pengertian yang disebut puisi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar