Halaman

Sabtu, 15 Desember 2012

Jemput Peradaban Tanpa kebinasaan



Jemput Peradaban Tanpa kebinasaan

Pasti ada “sesuatu” yang dari-Nya segala sesuatu itu berasal dan kepada-Nya segala sesuatu akan kembali. Jika kita mencoba menggali makna dari ungkapan tak nyata ini, maka terlalu jauh angan dan pikir akan mengajak kita berkalana entah kemana, atau bahkan jika kita sampai mememdamnya tanpa iman, maka tak pengat asa akan membawa kita mendua. Terlalu jauh untuk memikirkan hal itu, tapi semakin kita jauh dari itu semua, maka ketertinggalan semakin menghantui, karna itu semua bagian dari pengetahuan yang seharusnya kita gali. Unutk menggali pengetahuan tak bisa menanti perubahan zaman atau hanya berpangku tangan, butuh sesuatu yang istimewa untuk itu semua, hal itu yang biasa kita kenal dengan “pendidikan”. Betapa indah mengecap pedidikan tanpa batasan dunia, karna itu yang akan menyatukan kita semua. Dunia tak sekejam neraka tapi juga tak seindah surga. Cukup mudah percaya adanya neraka, karna ada banyak tempat seperti itu dimuka bumi tapi tentang surga sungguh sulit memahaminya. Bukan tanpa alasan karna kini dunia tak bersahabat nampak pada “Gaza”. Tak hanya nyawa, tahta, dan harta yang terampas tapi juga “pendidikan untuk rakyat Palestina” yang “mereka” renggut. Hingga muncul sebuah kesimpulan “bodoh”, bahwa merusak Gaza dan merenggut pendidikan mereka bagian dari penghapusan peradaban ilahi.
            Tidak mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan, begitu juga pemusnahan, hingga muncul argumen sempit itu. Tapi itu hanya opini semata tanpa berpikir atau bahkan tak terpikirkan faktanya. Penghapusan peradaban ilahi beserta isinya pada Palestin, mungkin itu yang tengah dikehendaki para pecundang yang hanya bisa sembunyi dibalik kekuasaan, itulah “dia” yang berusaha merenggut segalanya tampa pernah terlintas dibenak “mereka” dampak apa yang ada dari fitnah yang mereka buka.  Tanpa pernah berpikir atau sengaja tak berpikir? Hanya dua alasan itu saja yang patut dipertanyakan pada penguasa dunia. Karna selain merusak peradaban dengan peluru, mereka menebar berbagai isu yang membuat Palestina harus terbelenggu. Merenggut umat, merampas kuasa, dan mencoba memusnakan pendidikan agar bangsa ini tak mampu keluar dari keterpurukan, itulah harapan “sang penindas nyawa”. Ternyata fokus utama mereka terletak pada pemusnahan baca. Kini rakyat Gaza tak diberi kesempatan akan baca, bahkan tak membiarkan mereka tertawa, hanya duka yang tertanam pada jiwa bangsa muda Gaza, terlarut dalam duka hingga tak terpikirkan baca. Itulah harapa yang selalu diagungkan “mereka”  yang menyebut bangsanya penguasa dunia. Tapi saat penguasa itu tertawa, mereka lupa pada ilahi yang lebih berkuasa atas segalanya. Dalam firman-Nya sang ilahi ternyata telah menuliskan semua, semua luka, semua  duka, bahkan tawa penguasa itu, dan “Dia” juga tentunya telah menuliskan akhir dari itu semua.
            Berujung duka atau berawal bahagia? Itu semua telah tertulis dalam firman-Nya, bahkan semua peluru yang masih tersisapun telah diketahui-Nya. Mungkin karna itu kini terdengar suara bangkit didik dan bidik dari kaum yang pahit. Mereka tanpa hirau nyawa berusaha untuk sadar akan pendidikan bagi negerinya. Hal itu coba diwujudkan dengan menghatamkan risalah Qur’an dan memendamnya dalam ingatan. Tak semudah mengupas dan memindahkan kacang dari kulitnya, mungkin itu ungkapan ringan yang dapat menggambarkan betapa letihnya perjuangan Palestina untuk bangkit dari luka, duka, dan nestapa,  yang hingga kini bangasa ini harus berjuang agar pendidikan tetap ada meski dalam keprihatinan, karna didik merupakan hal utama yang tak tergantikan baik dibelahan dunia manapun.
            Jerit gembira kini mungkin tak terdengar lagi, seolah seiring berganti dengan perubahan iklim, berubah menjadi asa yang merana hingga tak mengerti harus berbuat apa. Tak terbanyangkan memang jika bangsa yang besar negerinya itu harus terpuruk dan terbelakang pendidikannya karna keserakahan negara adidaya semata. Merenggut nyawa tanpa kenal dosa, menindas bumi seakan tak pernah disinggahi negeri ini, mungkin itu seutas gambaran yang saat ini tengah terjadi pada Palestina berdasarkan pendapat pena. Tapi kami tak seperti itu, kami tak mengemis, kami tak pesimis, seolah tak ada bahagia dan hanya luka yang terpancar, meski nyawa berjatuhan dan duka menerpa jiwa, masih ada tawa dan kehangatan disini. Kami ini bangsa yang mandiri yang tak perlu kalian hakimi semau hati. Sungguh mencengangkan dunia sepatah kata itu, yang entah opini, pernyataan inti tau hanya isapan jempol semata seolah tak nyata? Tapi itu fakta, fakta tak terelakkan dari gambaran negeri Palestina sesungguhnya. Masih ada senyum gembira yang meraka punya, pendidikan yang tersisa untuk mereka juga ada. Dibalik luka Gaza dan luka negara, ternyata bangsa itu, bangsa muslim itu tak terbelakang pendidikanya, tak luka jiwanya hingga seumur hidup memendam duka, tapi jauh dibalik itu semua ternyata mereka bisa menciptakan kekuatan ditengah siksaan adidaya, dengan kekuatan  iman pastinya. Dunia tak percaya awalnya dengan itu semua, namun setelah bergulir waktu, bergeser dan bergeraknya bumi, baru terbukalah dan dunia percaya ternyata Palestina itu ada, ada kekuatan, tak terbelakang pendidikannya meski banyak kekurangan bahkan jauh dari sempurna, tapi mereka, bangsa itu tetap optimis dengan segala kekurangan mereka dan keterbatasannya, mereka yakin dan percaya dapat membangkitkan pendidikannya dan membuktikan pada “sang penguasa adidaya” itu, bahwa mereka tak semudah itu ditaklukkan.
            Mungkin harus kulepas bingkaimu, seperti kulepas asaku kegerbang waktu, keasaku yang terperangkap disenyummu, senyap yang melulur sejukmu, seraya berkata jemput pedangku dan hapus lukamu karna kami ini satu. Gaza atau palestina itu satu, satu dalam senyawa, satu dalam asa walau tak disukai penguasa. Jika bertanya pada bangsa lain apa yang hendak kalian bagi pada Paelstina? Dengan penuh keikhlasan dan dengan sadarnya dalam satu suara, mungkin mereka akan berkata ; kami akan mempersembahkan pendidikan bagi rakyat Palesnita, tanpa kata tapi atau tanpa basa-basi. Bukan juga tanpa alasan tentunya, meraka (bangsa-bangsa lain) itu sadar benar, bahwa dengan pendidikanlah bangsa ini akan jauh lebih sempurna menyuarakan kebangkitannya, karna mereka punya iman, karna mereka muslim sejati yang tak gundah meski harus teriris belati. Mungkin pendidikan bukanlah segalanya tapi yakinlah dengan pendidikan kita mampu meraih segalanya. Ungkapan itu seharusnya yang kini jadi moto untuk semua, bukan hanya bagi mereka yang tersakiti dan teraniaya pendidikannya, tapi bagi bangsa yang sempurna sekalipun (jika memang ada) wajib menyuarakannya. Kini Gaza memang luka penuh derita, mereka sampai memprioritaskan pendidikan perang bagi bangsanya kepada generasi selanjutnya sejak dini, tapi bukan berarti mereka hanya menatap sebelah mata saja tanpa berpikir lagi. Bertahan dengan senjata demi membela negeri dan tumbuhkan rasa cinta bangsa itu memeng utama, tapi pendidikan anak bangsa jauh lebih berwibawa dari itu semua. Tak perlu berulang kali diucapkan mengenai hal itu, tapi harus bagaimana lagi memang itulah adanya, saat mereka bangkit nanti ketahuilah betapa hebatnya mereka serta jiwa pendidikannya,hanya dengan itu saja meraka dapat bangkit  jika mereka mampu tentunya.
            Meski suaramu tak lagi beku dipalung pasir, tapi kami masih menangkap sunyi negerimu seperti waktu yang terus berlari dalam rindu dan tak kunjung terhenti dipersimpangan jalan. Walau pendidikan terus “mereka” renggut hingga tak mampu menjerit lagi, maka cobalah sejenak diam dalam sepi dan suarakan dalam hati, dengan dzjikir hati dan percaya pada-Nya, yakinlah Gaza takakan kembali luka. Ada banyak hal tentunya yang bisa dilakukan untuk membangkitkan Palestina, khususunya pendidikannya. Salah satunya mungkin dengan cara membiarkan bangsa itu bebas dari neraka dunia, tanamkan tawa, ketika mereka tertawa, saat itu pulalah tancapkan iman dan taqwa, tanamkan pemahaman al-Qur’an tentunya. Tumbuhkan rasa pengetahuan ilmu pasti, agar mereka mengerti betapa menekjubkannya ciptaan-Nya ini. Tak perlu beribu cara untuk bangkit, cukup itu saja mampu menjawab semuanya. Bangsa ini sudah lama menjadi air yang genang dijalan lengang itu, dulu sering singgah pada kuncup lalu pergi, kini ia coba bangkit meski sulit, coba bangun dari duri. Teriakakan pada mereka jika derita tak mampu menembus kami. Bangsa ini punya tawa kini, Palestin akan bangkit tak lama lagi, akan muncul peradaban baru dari sebuah negeri “jemput peradaban tanpa kebinasaan”, tanpa tulang berserakan. Kebangkitan tak perlu harus membuka kematian, karna ada jiwa yang besar tengah menanti. Kami merindukanmu wahai bangsa yang senyawa karna kita saudara.

Selasa, 11 Desember 2012

Dalang



Dalang

Pada artikel kali ini, saya akan sedikit mengulas tentang Dalang. Dalang ialah seorang yang memainkan atau mengatur gerakan wayang sehingga menjadi sebuah rentetan cerita. Jenis dalang beragam, seperti dalam eksiklopedi wayang, keterangan Wiwien Widyawati, yaitu, ada dalang guna, dalang purba, dalang populer, dalang sejati, dalang wasesa, dan dalang wikalpa.
       Dalang Guna, memainkan cerita yang disenangi oleh penonton. Cerita yang dibawakan kosong, tidak wejengan dan sekedar ramai saja. Lakon yang dimainkan lakon perang dan sedikit gending.
     Dalang purba, dalang yang bisa merasakan halus kasarnya manusia. Cerita wayang yang dimainkan sering dijadikan panutan hidup manusia sehari-hari. Cara memberi petunjuk dilontarkan dengan bahasa yang halus, agar wejangan dapat masuk ke dalam hati penonton.
   Dalang populer, memiliki hubungan kekeluargaan dengan salah seorang dalang tersohor. Seperti dalang Ki Panut Dharmoko, Ki Anom Suroto, Ki Enthus Susmono, Ki manteb Sudarsono, dan Ki Maryono. Begitu banyak dalang yang mahir dalam bidangnya, namun tidak terlalu terkenal karena tidak memiliki kharisma. Faktor keturunan jadi salah satu unsur pendukung penting bagi identitas seorang dalang.
     Dalang sejati, yaitu seorang yang memainkan tiap lakon wayang, berisi pendidikan yang baik dan panutan bagi para penonton. Seperti ilmu kebatinan, wejangan, sampai kesejatian.
     Dalang wesasa, adalah dalang yang mahir memainkan wayang dengan mempermainkan kata-kata. Dalang ini sangat pandai dalam bermain kata-kata, sehingga mampu membawa penonton larut dalam cerita.
  Sedangakn dalang wikalpa, adalah dalang yang memainkan wayang berdasarkan pakemnya. Cerita disampaikan seperti ajaran saat belajar menjadi dalang. Jadi, lebih pada menirukan apa yang telah di pelajari dari dalang-dalang yang sebelumnya.

Sumber : Madubranta

Perbedaan pandangan agama pada masa modern tahap I dan II


Perbedaan pandangan agama pada masa modern tahap I dan II


Perbedaan pandangan mengenai Agama pada masa modern tahap I dan II dibagi menjadi dua pemahaman. Pertama, pemahaman pandangan yang diusung oleh Robert Boyle dan Isaac Newton dari Inggris, Fr. Marin Mersenne dan Renne Descartes dari Prancis. Dalam tahap ini, tidak ada penolakan terhadap gagasan penciptaan dunia oleh Tuhan yang berpribadi, keistimewaan diri pribadi manusia, dan adanya kehidupan sesudah kematian. Sebaliknya, pandangan mekanistik tentang alam diambil untuk mendukung keyakinan ini. Dunia sepenuhnya ciptaan Tuhan.

Pada tahap pertama ini, penolokan yang disajikan terhadap pandangan modern terhadap Tuhan dipandang bukan sebagai penolakan realitas terdalam jiwa manusia dan pentingnya kualitas yang dimilikinya. Hal ini tejadi karena ada masalah kejahatan dan sulit membayangkan bahwa Tuhan berkarya di dalam dunia adalah mesin. Gagasan bahwa jiwa manusia roh di dalam sebuah mesin mengarah ke materialisme mekanistik. Dalam pandangan materialistik ini jiwa tidak punya kekuatan.  Tahap perkembangan ateisme-materialistik menolak kehidupan sesudah mati. Pandangan materialistik-ateistik tidak mendapat dukungan di lingkungan intelektual. Namun, pandangan ini bisa diterima karena sesuai dengan semangat zaman pada masa itu dan dengan mudah bisa menjelaskan masalah supernaturalisme-dualistik.
Pemahaman konsep terkendali menjadi masalah dalam hubungan keteraturan. Karena memiliki pandangan materialistik terhadap alam, pandangan dunia ini menerima doktrin yang menyatakan bahwa alam mematuhi hukum-hukum yang diterimanya dari luar sambil menerima secara eksplisit menolak Pemberi hukum. Pandangan ini juga bersikeras menyatakan bahwa evolusi tidak mencerminkan adanya suatu keteraturan teologis, yang menghambat kemauan untuk mempercayainya. Jadi, secara menyeluruh pemikiran yang diusung oleh  para filusuf  modern menganut sebuah konsep keselarasan yang terurai dalam konsep tematis yang mengedepankan sikap alamiah dan berdasarkan rasionalitas yang ada.