Halaman

Rabu, 04 September 2013

Menyapa Kabut Saat Larut


Setelah sekian lama aku tak terjamah oleh tinta yang halus ini, kini aku coba sedikit menggoreskan titian rasa. Seperti biasa, selalu saja ditemani larut yang berganti setelah senja untuk sekedar menghangatkan buah pikir yang mulai kalut dan tak berdaya ini.
Jika kalian pernah bermimpi melihat sebuah titik terang di seberang jalan sana, mungkin itu benar kawan. Harusnya kalian rebut cahaya disebarang jalan sana. Jangan pernah ragu pada apapun jua, walau resah kadang selimuti jiwa. 
Jangan seperti diriku, yang sudah sejauh ini namun masih belum menemukan kepastian dalam pilihan. Kadang raga mengajakku untuk berlari hingga jauh dengan sejuta impian. Kadang juga aku terjatuh sampai rasanya tak mampu lagi berdiri.
Aku saat ini merasakan keresahan yang amat mendalam karena hingga detik ini masih belum bisa membuktikan pada semua kerabat dan orang-orang tercinta akan sebuah pilihan yang aku ambil. Menjadi seorang "pengusaha" adalah pilihan yang aku ambil saat ini. Aku menggunakan kata "pengusah" bukan semata-mata asal ucap saja. Karena bagiku "pengusaha" adalah seorang yang bisa melakukan apapun tanpa harus patuh pada aturan yang menyesakkan. Namun, jalan menuju titik terang di sebarang lautan kesuksesan itu, amat sangat sulit terasa. Aku bahkan masih belum mampu membayar sebuah kain penutup kaki yang hanya seharga empat cangkir kopi di kedai berwarna hijau di sana. Untuk hal itu saja aku masih belum mampu, apalagi memberi hadian permata pada Ibu dan Ayah di ujung sana.
Kadang, semua ini membuatku merasa jatuh dan larut dalam jurang keterpurukan. Tapi, semakin aku larut, maka rasa ini akan semakin menggerogoti setiap saraf dalam tubuh ini. Aku pernah kala itu berteriak sekencang-kencangnya, meskipun itu aku lakukan di dalam hati. Aku keluarkan segala kemarahanku, kesedihanku, kekecewaanku. Dan ternyata benar, aku sedikit merasa lega.
Mungkin kini aku memang belum mampu menghadirkan sebongkah intan permata dari bahana Eropa, namun aku berusaha untuk terus meyakinkan diriku bahwa mimpi itu akan menjadi nyata. Aku selalu berusaha untuk menggali ilmu dari setiap insan yang aku temui. Setidaknya hanya itu yang bisa aku lakukan untuk memantaskan diri untuk menjadi "Manusia Besar". Karena Tuhan saja berkata akan menaikkan derajat kita, kalau punya ilmu.
Aku ingat kala itu, temanku berkata, " Cuma orang gila yang mau mendapatkan hasil yang berbeda dengan cara yang sama ". Perkataan itu sangat membekas dalam pikiran ini. Lalu, satu lagi teman berpesan padaku, " Mulailah melakukan segala sesuatu dari hal yang kita mampu ". Ini memberikan pemahaman baru lagi padaku kalau tak perlu harus seperti orang lain untuk mencapai impian, cukup jadi diri sendiri dan gali potensi yang tersembunyi. Kemudian satu orang juga sempat menasehatiku, " Berpikir positif aja ". Meski tak banyak kata yang terucap, tapi itu memberikan sejuta makna yang luar biasa. Dan sahabatku juga pernah berpesan padaku, " Rejeki Tuhan itu luas, dan bersabar itu harusnya tidak ada batasannya ". Sungguh luar biasa perkataan sahabatku yang satu ini. Sabar tanpa batas, adalah kunci dari setiap kesuksesan.
Semoga Tuhan berkenan menitipkan segala impian itu padaku, segala impianku, semoga saja Ia bersedia penuni. Karena aku selalu yakin kalau Tuhan itu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. 
Dan aku akan berusaha menggoreskan tinta ini terus. Dan akan selalu juga seperti biasa, menyapa kabut saat senja.



Ungkapan hati saat lelah mulai menyerang dan mengaburkan impian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar