Halaman

Jumat, 20 September 2013

Cerpen




Aku mungkin bukan orang sempurna yang hidup di muka bumi ini. Sama seperti yang lainnya, segala kekurangan mengakar dalam tubuhku, sampai-sampai aku sendiri tak sanggup menghitung berapa banyak kesalahan yang aku buat ditiap harinya. Yah tapi itulah manusia kawan, tempat salah dan hilaf bersarang. Seperti sekarang, aku lagi-lagi terlambat datang, padahal aku tahu dengan jelas, jadwal untuk bertemu dan sharing mengenai banyak hal itu adalah Pukul 03.00 WIB sore, tapi yah biarkanlah, anggap aku hilaf hari ini (lagi).
Pertemuan hari ini sebenarnya buatku adalah hal biasa-biasa saja, walaupun membahas mengenai bisnis dan yang hadir adalah mereka yang berpengalaman di dunia bisnis. Namun bagiku itu biasa-biasa saja. Tapi karena ada seseorang yang mengatakan bersedia hadir hari ini, itu jadi motivasi lebih buatku untuk datang di pertemuan sore ini. Kalau kalian coba menerka dari awal tentang sosok seseorang yang jadi nilai lebih itu adalah kaum hawa, yup anda benar sakali. Hehehe
Tapi terserah kalian hendak menganggap aku apa, namun yang pasti kalian tidak akan pernah tahu apa isi dalam hati ini. Karena dunia bisnis juga terkadang lebih mengasikkan dari pada sekedar membahas "ilusi cinta" beserta hayalan-hayalan nakalnya.
Aku pernah suatu ketika membahas mengenai desain dan segala keunikan, kelebiahan, serta kekuatannya. Aku berbagi ilmu pada sesema tanpa ada imbalan. Karena aku percaya, Tuhan itu maha bijaksana, jadi, kalau Dia saja bijaksana mengapa kita hambanya terlalu angkuh. 
Pada suatu ketika juga aku pernah mengatakan hal sederhana pada sahabatku, "mulailah segala sesuatu dari apa yang kamu bisa". Memang bagiku tak pantas menasehati apalagi menggurui, namun setidaknya itu yang bisa aku beri. Aku bukan seorang yang pandai bermimpi, kemudian merangkai impiannya itu jadi salah satu rajutan asa yang kemudian diterbangkan hingga melanglang buana entah ke mana ia. Aku juga bukan seorang raja yang punya harta dan tahta berlimpah bak cerita dari seberang sana. Tapi, satu hal yang aku punya, aku merasa nyaman dan menikmati segala hal yang aku kerjakan. 
Pergilah ke seberang tanah merah di ujung jalan cempaka yang hampir ditutup itu kawan. Ambil sedikit cahaya yang tertinggal di sana. Bawa saja satu, tapi jangan ambil semua. Kemudian, rawatlah cahaya itu sehingga ia menghasilkan satu cahaya lagi, lakukan terus seperti itu. Dan saat kau telah bertabur cahaya. Ingatlah bahwa dulu kau hanya punya satu cahaya. Jadi, jangan pernah merasa paling sempurna.
Aku ingat pada perkataan salah seorang temanku, "buatlah uang itu seperti air, jika sedikit, maka buat air itu berbentuk panjang ke atas, namun jika besar, maka buatlah ia melebar". Sederhana saja yang ia sampaikan namun membekas dalam ingatan. Lalu, salah seorang lagi berkata, "Bisnis itu adil kawan, kalau kalian bekerja dengan giat, maka jangan takut, hasil yang kalian dapatkan akan luar biasa pula".
Dan tak terasa, larut sudah menghapiri. Seseorang yang dinanti juga sudah duduk manis dengan sejuta pesonanya juga ikut menyimak apa yang terjadi hari ini. Kemudian, apa boleh buat, waktu yang memisahkan pertemuan ini. Karena aku harus pergi terlebih dahulu tak bisa melanjutkan perbincangan malam ini sampai tuntas. Wanita anggun itu juga sudah harus pergi karena hari makin larut.
Aku mungkin tak tahu lagi apa yang mereka bahas setelah aku sampai di rumah nanti. Mungkin saja mereka membuat kerja sama bisnis antar sesama atau hal lain mengenai bisnis, atau apalah, aku tak tahu. Biarkan saja mereka menikmati pertemuan hari ini hingga senja datang menyapa mungkin. Karena aku masih ingin merajut sulam-sulam hati yang tercecer malam ini. Dan semakin aku nikmati kebersamaan bersama dia, walau teramat singkata, namun sudah cukuplah bagiku untuk berbicara banyak dalam tulisan ini. Karena terkadang imaji itu datang dari hal-hal yang tak terduga sebelumnya.

Dan ketika itu pula, Azof menyudahi cacatan yang ia buat hari ini. tak terlalu panjang memang. Namun tidak juga terlalu singkat. Direbahkan tubuhnya yang mulai terasa lelah di atas sebuah tumpukan kasur yang nyaman. Tiap hari mungkin akan sangat berkesan, namun tiap hari juga terkadang membosankan. Dan mungkin hari ini adalah hari yang cukup berkesan bagi Azof.
Tapi, sebelum ia memejamkan matanya, ia buka lagi catatan yang dibuatnya itu. Ada yang terlewat rupanya. Ternyata, ia menambahkan satu paragraf lagi pada catatannya hari ini.
"Terima kasih karena telah menggenggam tanganku. Tapi, jangan terlalu erat. Karena aku ingin seiring, bukan digiring. Inilah aku, dan segala kekurangan serta kelebihan yang aku miliki, and My Name is Azof".
Setelah itu, Azof terlelap dan terbuai dalam mimpi yang indah malam ini.

Nb: Sepenggal kisah yang terinsiparasi dari salah seorang teman.  Dan ini adalah fiksi.


By: www.AhmadArief.com
Menginspirasi Lewat Karya. Bukan Hanya Sebatas Kata.
Ahmad Arief Budiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar