Jemput Peradaban Tanpa kebinasaan
Pasti ada
“sesuatu” yang dari-Nya segala sesuatu itu berasal dan kepada-Nya segala
sesuatu akan kembali. Jika kita mencoba menggali makna dari ungkapan tak nyata
ini, maka terlalu jauh angan dan pikir akan mengajak kita berkalana entah
kemana, atau bahkan jika kita sampai mememdamnya tanpa iman, maka tak pengat
asa akan membawa kita mendua. Terlalu jauh untuk memikirkan hal itu, tapi
semakin kita jauh dari itu semua, maka ketertinggalan semakin menghantui, karna
itu semua bagian dari pengetahuan yang seharusnya kita gali. Unutk menggali
pengetahuan tak bisa menanti perubahan zaman atau hanya berpangku tangan, butuh
sesuatu yang istimewa untuk itu semua, hal itu yang biasa kita kenal dengan
“pendidikan”. Betapa indah mengecap pedidikan tanpa batasan dunia, karna itu
yang akan menyatukan kita semua. Dunia tak sekejam neraka tapi juga tak seindah
surga. Cukup mudah percaya adanya neraka, karna ada banyak tempat seperti itu
dimuka bumi tapi tentang surga sungguh sulit memahaminya. Bukan tanpa alasan
karna kini dunia tak bersahabat nampak pada “Gaza”. Tak hanya nyawa, tahta, dan
harta yang terampas tapi juga “pendidikan untuk rakyat Palestina” yang “mereka”
renggut. Hingga muncul sebuah kesimpulan “bodoh”, bahwa merusak Gaza dan
merenggut pendidikan mereka bagian dari penghapusan peradaban ilahi.
Tidak
mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan, begitu juga pemusnahan, hingga
muncul argumen sempit itu. Tapi itu hanya opini semata tanpa berpikir atau
bahkan tak terpikirkan faktanya. Penghapusan peradaban ilahi beserta isinya
pada Palestin, mungkin itu yang tengah dikehendaki para pecundang yang hanya
bisa sembunyi dibalik kekuasaan, itulah “dia” yang berusaha merenggut segalanya
tampa pernah terlintas dibenak “mereka” dampak apa yang ada dari fitnah yang
mereka buka. Tanpa pernah berpikir atau
sengaja tak berpikir? Hanya dua alasan itu saja yang patut dipertanyakan pada
penguasa dunia. Karna selain merusak peradaban dengan peluru, mereka menebar
berbagai isu yang membuat Palestina harus terbelenggu. Merenggut umat, merampas
kuasa, dan mencoba memusnakan pendidikan agar bangsa ini tak mampu keluar dari
keterpurukan, itulah harapan “sang penindas nyawa”. Ternyata fokus utama mereka
terletak pada pemusnahan baca. Kini rakyat Gaza tak diberi kesempatan akan
baca, bahkan tak membiarkan mereka tertawa, hanya duka yang tertanam pada jiwa
bangsa muda Gaza, terlarut dalam duka hingga tak terpikirkan baca. Itulah
harapa yang selalu diagungkan “mereka”
yang menyebut bangsanya penguasa dunia. Tapi saat penguasa itu tertawa,
mereka lupa pada ilahi yang lebih berkuasa atas segalanya. Dalam firman-Nya
sang ilahi ternyata telah menuliskan semua, semua luka, semua duka, bahkan tawa penguasa itu, dan “Dia”
juga tentunya telah menuliskan akhir dari itu semua.
Berujung
duka atau berawal bahagia? Itu semua telah tertulis dalam firman-Nya, bahkan
semua peluru yang masih tersisapun telah diketahui-Nya. Mungkin karna itu kini
terdengar suara bangkit didik dan bidik dari kaum yang pahit. Mereka tanpa
hirau nyawa berusaha untuk sadar akan pendidikan bagi negerinya. Hal itu coba
diwujudkan dengan menghatamkan risalah Qur’an dan memendamnya dalam ingatan.
Tak semudah mengupas dan memindahkan kacang dari kulitnya, mungkin itu ungkapan
ringan yang dapat menggambarkan betapa letihnya perjuangan Palestina untuk
bangkit dari luka, duka, dan nestapa,
yang hingga kini bangasa ini harus berjuang agar pendidikan tetap ada
meski dalam keprihatinan, karna didik merupakan hal utama yang tak tergantikan
baik dibelahan dunia manapun.
Jerit
gembira kini mungkin tak terdengar lagi, seolah seiring berganti dengan
perubahan iklim, berubah menjadi asa yang merana hingga tak mengerti harus
berbuat apa. Tak terbanyangkan memang jika bangsa yang besar negerinya itu
harus terpuruk dan terbelakang pendidikannya karna keserakahan negara adidaya
semata. Merenggut nyawa tanpa kenal dosa, menindas bumi seakan tak pernah disinggahi
negeri ini, mungkin itu seutas gambaran yang saat ini tengah terjadi pada
Palestina berdasarkan pendapat pena. Tapi kami tak seperti itu, kami tak
mengemis, kami tak pesimis, seolah tak ada bahagia dan hanya luka yang
terpancar, meski nyawa berjatuhan dan duka menerpa jiwa, masih ada tawa dan
kehangatan disini. Kami ini bangsa yang mandiri yang tak perlu kalian hakimi
semau hati. Sungguh mencengangkan dunia sepatah kata itu, yang entah opini,
pernyataan inti tau hanya isapan jempol semata seolah tak nyata? Tapi itu
fakta, fakta tak terelakkan dari gambaran negeri Palestina sesungguhnya. Masih
ada senyum gembira yang meraka punya, pendidikan yang tersisa untuk mereka juga
ada. Dibalik luka Gaza dan luka negara, ternyata bangsa itu, bangsa muslim itu
tak terbelakang pendidikanya, tak luka jiwanya hingga seumur hidup memendam
duka, tapi jauh dibalik itu semua ternyata mereka bisa menciptakan kekuatan
ditengah siksaan adidaya, dengan kekuatan
iman pastinya. Dunia tak percaya awalnya dengan itu semua, namun setelah
bergulir waktu, bergeser dan bergeraknya bumi, baru terbukalah dan dunia
percaya ternyata Palestina itu ada, ada kekuatan, tak terbelakang pendidikannya
meski banyak kekurangan bahkan jauh dari sempurna, tapi mereka, bangsa itu
tetap optimis dengan segala kekurangan mereka dan keterbatasannya, mereka yakin
dan percaya dapat membangkitkan pendidikannya dan membuktikan pada “sang
penguasa adidaya” itu, bahwa mereka tak semudah itu ditaklukkan.
Mungkin
harus kulepas bingkaimu, seperti kulepas asaku kegerbang waktu, keasaku yang
terperangkap disenyummu, senyap yang melulur sejukmu, seraya berkata jemput
pedangku dan hapus lukamu karna kami ini satu. Gaza atau palestina itu satu,
satu dalam senyawa, satu dalam asa walau tak disukai penguasa. Jika bertanya
pada bangsa lain apa yang hendak kalian bagi pada Paelstina? Dengan penuh
keikhlasan dan dengan sadarnya dalam satu suara, mungkin mereka akan berkata ;
kami akan mempersembahkan pendidikan bagi rakyat Palesnita, tanpa kata tapi
atau tanpa basa-basi. Bukan juga tanpa alasan tentunya, meraka (bangsa-bangsa
lain) itu sadar benar, bahwa dengan pendidikanlah bangsa ini akan jauh lebih
sempurna menyuarakan kebangkitannya, karna mereka punya iman, karna mereka
muslim sejati yang tak gundah meski harus teriris belati. Mungkin pendidikan
bukanlah segalanya tapi yakinlah dengan pendidikan kita mampu meraih segalanya.
Ungkapan itu seharusnya yang kini jadi moto untuk semua, bukan hanya bagi
mereka yang tersakiti dan teraniaya pendidikannya, tapi bagi bangsa yang sempurna
sekalipun (jika memang ada) wajib menyuarakannya. Kini Gaza memang luka penuh
derita, mereka sampai memprioritaskan pendidikan perang bagi bangsanya kepada
generasi selanjutnya sejak dini, tapi bukan berarti mereka hanya menatap
sebelah mata saja tanpa berpikir lagi. Bertahan dengan senjata demi membela
negeri dan tumbuhkan rasa cinta bangsa itu memeng utama, tapi pendidikan anak
bangsa jauh lebih berwibawa dari itu semua. Tak perlu berulang kali diucapkan
mengenai hal itu, tapi harus bagaimana lagi memang itulah adanya, saat mereka
bangkit nanti ketahuilah betapa hebatnya mereka serta jiwa pendidikannya,hanya
dengan itu saja meraka dapat bangkit
jika mereka mampu tentunya.
Meski
suaramu tak lagi beku dipalung pasir, tapi kami masih menangkap sunyi negerimu
seperti waktu yang terus berlari dalam rindu dan tak kunjung terhenti
dipersimpangan jalan. Walau pendidikan terus “mereka” renggut hingga tak mampu
menjerit lagi, maka cobalah sejenak diam dalam sepi dan suarakan dalam hati,
dengan dzjikir hati dan percaya pada-Nya, yakinlah Gaza takakan kembali luka.
Ada banyak hal tentunya yang bisa dilakukan untuk membangkitkan Palestina,
khususunya pendidikannya. Salah satunya mungkin dengan cara membiarkan bangsa
itu bebas dari neraka dunia, tanamkan tawa, ketika mereka tertawa, saat itu pulalah
tancapkan iman dan taqwa, tanamkan pemahaman al-Qur’an tentunya. Tumbuhkan rasa
pengetahuan ilmu pasti, agar mereka mengerti betapa menekjubkannya ciptaan-Nya
ini. Tak perlu beribu cara untuk bangkit, cukup itu saja mampu menjawab
semuanya. Bangsa ini sudah lama menjadi air yang genang dijalan lengang itu,
dulu sering singgah pada kuncup lalu pergi, kini ia coba bangkit meski sulit,
coba bangun dari duri. Teriakakan pada mereka jika derita tak mampu menembus
kami. Bangsa ini punya tawa kini, Palestin akan bangkit tak lama lagi, akan
muncul peradaban baru dari sebuah negeri “jemput peradaban tanpa kebinasaan”,
tanpa tulang berserakan. Kebangkitan tak perlu harus membuka kematian, karna
ada jiwa yang besar tengah menanti. Kami merindukanmu wahai bangsa yang senyawa
karna kita saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar